14 Mei 2009

OPERA METROMINI

Jaman dulu saya ingat ada Film yang judulnya OPERA JAKARTA yang dibintangi oleh Sorayya Perrucha dan Ray Sahetapy kayaknya kalau saya nggak salah ingat. Yang dalam kacamata saya sebagai anak-anak sih nggak terlalu ok. Yah karena nggak banyak film Indonesia jaman itu selain film horror-nya tante Suzanna jadi yah saya ikut-ikut aja nonton film itu.

Tapi pengalaman saya hari ini nggak ada hubungannya dengan film itu sih. Tapi paling tidak sebagai warga Jakarta saya mengalami salah satu episode yang setiap hari dijalani oleh setiap orang yang tinggal di kota yang penuh sesak ini apalagi yang tidak punya mobil pribadi. Terpaksa deh menggantungkan diri dengan benda besar yang dilengkapi dengan banyak jendela bernama BUS.

Jakarta sendiri memiliki berbagai macam bus kota dengan berbagai ukuran sebagai penghubung transportasi antar wilayahnya yang membuat kondisi lalulintasnya yang sudah padat menjadi semakin semrawut. Tak heran jarak yang dekat di Jakarta harus ditempuh selama berjam-jam hampir sama dengan menyetir ke daerah purwakarta yang saya lakoni 2 kali seminggu.

Yah memang nasib harus naik metromini hari ini. Bus umum berwarna orange dengan no tujuan dari karton spotlight merah menyala di kaca depan. Dengan barisan kursi keras yang juga berwarna orange (kadang-kadang biru) sebenarnya bukan transportasi yang buruk juga mengingat orang hanya perlu membayar Rp. 2000, harga yang murah untuk jarak tempuh yang lumayan jauh. Tapi dengan biaya yang murah ini juga banyak pemakluman yang harus anda buat apabila anda naik sarana transportasi yang satu ini. Pasalnya supir metromini biasanya punya aturan lalulintas sendiri dan menentukan sendiri kapan dia mau berhenti tak perduli rambu-rambu lalu lintas yang ada.

Saya terpaksa harus menunggu metromini yang saya tumpangi berhenti selama hampir 15 menit untuk jarak tempuh yang sebenarnya kurang dari 15 menit. Di temani nyanyian dari 4 pengamen yang datang silih berganti dan masing-masing menyanyikan 2 buah lagu (3 diantaranya menyanyikan lagu dari kelompok musik kuburan) merupakan sebuah hal yang begitu menyiksa. Ketik akhirnya si supir bersedia beranjak dari tempat ngetemnya, tiba-tiba sebuah metromini dengan jurusan yang sama muncul dan membuat supir metromini saya kebakaran jenggot dan menginjak gas sedalam-dalamnya. Walhasil, jarak yang semestinya ditempuh selama sekitar 12 menit bisa dicapai dalam waktu sekitar 5 menit saja.

Phuff.....dari kebosanan akibat menunggu berubah menjadi sebuah ketegangan yang membuat jantung saya hampir copot. Saya mengucap syukur ketika dengan selamat saya menjejakkan kaki saya di tanah. Ah....jikalau saya adalah seorang sutradara sekelas Sjuman Djaya yang dulu sukses membuat film OPERA JAKARTA mungkin saya akan membuat film tandingan dari film legendaris tersebut yakni OPERA METRO(MINI) yang bintang utamanya adalah saya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar